loading...

Materi Pengertian, Tujuan, Fungsi Negara Pakai FootNote.

Materi Pengertian, Tujuan, Fungsi Negara Pakai FootNote.

1.      Tentang Negara

            Sebagaimana diketahui, tidak ada suatu definisi yang disepakati tentang negara. Namun, secara umum mungkin dapat dijadikan sekedar pegangan, sebagaimana lazim dikenal dalam hukum internasional bahwa, suatu negara biasanya memiliki tiga unsur pokok yaitu:
1.      Rakyat atau sejumlah orang.
2.      Wilayah tertentu
3.      Pemerintah yang berwibawa dan berdaulat.

            Sebagai unsur komplementer dapat ditambahkan pengakuan oleh masyarakat internasional atau negara-negara lain.

            Dalam kaitan dengan penelitian ini penulis cenderung memahami negara sebagai suatu kehidupan berkelompok manusia yang mendirikannya bukan saja atas dasar perjanjian bermasyarakat (Kontrak sosial), tetapi juga atas dasar fungsi manusia sebagai Khalifah Allah di bumi yang mengemban kekuasaan sebagai amanah-Nya, karena itu manusia dalam menjalin hidup ini harus sesuai dengan perintah-perintah-Nya dalam rangka mencapai kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan, bahwa manusia harus selalu memperhatikan dan melaksanakan amarma’ruf dan nahi munkar, sebagaimana diajarkan dalam islam.

           Diharapkan dengan rumusan itu, dapat dipahami bahwa berbeda dengan pemikiran Barat yang sekuler, maka dalam islam tidak dikenal dikotomi antara agama (Islam) dan negara. Lebih lanjut konsep khalifah dalam rumusan itu merujuk pada fungsi manusia sebagai pengatur dan pengelola. Konsep amar ma’ruf dan nahi munkar mengandungmakna perintah kepada manusia agar melakukan kebaukan dan mencegah kerusakan.
  
2.      Hakikat Negara dan Bentuk Kenegaraan

            Istilah Negara sudah digunakan sejak zaman dahulu, misalnya pada zaman Yunani Kuno. Aristoteles (384-322 SM) dalam buku Politica sudah mulai merumuskan pengertian Negara. Saat itu, istilah polis diartikan sebagai Negara kota (city state) yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga Negara dengan pemerintah dan benteng untuk menjaga keamanan sari serangan musuh. Selain itu, Plato (guru Aristoteles) melihat bahwa Negara timbul karena adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan mendorong mereka untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan. Contoh bentuk polis adalah Sparta dan Athena yang pada saat itu sudah mengenal pemerintahan dengan system demokrasi langsung.
Secara etimologis, istilah “Negara” berasal dari terjemahan bahasa asing, yaitu staat (Belanda dan Jerman) dan state (Inggris). Kata staat maupun stateberasal dari bahasa Latin, yaitu status atau statum yang artinya menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat bersiri, atau menempatkan. Kata status juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjuk pada tegak dan tetap. Sementara itu, Nicholo Machiavelli memperkenalkan istilah la stato dalam buku II Principe. Ia mengartikan Negara sebagai kekuasaan yang mengajarkan bagaimana raja memerintah dengan sebaik-baiknya.

            Kata “Negara” yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu nagari atau nagara yang berarti wilayah, kota, atau penguasa. Nama-nama yang memakai kata Negara biasanya hanya khusus untuk kepala Negara atau orang-orang tertentu yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintah Negara. Hal ini sudah dipraktikan pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV., seperti telah tertulis dalam buku “Nagara Kartagama” karangan Mpu Prapanca (1365). Dalam buku tersebut, dijelaskan tentang pemerintahan Majapahit yang menghormati unsure musyawarah. Di samping itu, dijelaskan pula hubungan antara Majapahit dan Negara-negara tetangga serta hubungan antardaerah dalam wilayah kekuasaan Majapahit.

            Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Negara merupakan:
1.      Organisasi kekuasaan yang teratur.
2.      Organisasi yang mempunyai kekuasaan yang memaksa dan memonopoli.
3.      Suatu organisasi untuk mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat.
4.      Persekutuan yang mempunyai wilayah tertentu dan dilengkapi dengan alat perlengkapan Negara.[1]

3.      Pengertian Negara Menurut Ahli

John Locke dan Rousseau, negara merupakan suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian masyarakat.
Max Weber, negara adalah sebuah masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam wilayah tertentu.
Mac Iver, sebuah negara harus memiliki tiga unsur poko, yaitu wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
Roger F.Soleau, negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang yang mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang bersifat bersama atas nama masyarakat.
Prof. Mr. Soenarko, Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan, sedangkan Prof. Miriam Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongankekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya mempunyai kedaulatan (keluar dan ke dalam).

4.      Pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut yaitu:

1.      Negara sebagai organisasi kekuasaan
            Negara adalah alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut. Pengertian ini dikemukakan oleh Logemann dan Harold J. Laski. Logemann menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur masyarakatnya dengan kekuasaannya itu. Negara sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata kerja sama untuk membuat suatu kelompok manusia berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak negara itu.

2.      Negara sebagai organisasi politik
            Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa. Dari sudut organisasi politik, negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik atau merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Sebagai organisasi politik negara Bidang Tata Negara  berfungsi sebagai alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia dan sekaligus menertibkan serta mengendalikan gejala–gejala kekuasaan yang muncul dalam masyarakat. Pandangan tersebut nampak dalam pendapat Roger H. Soltou dan Robert M Mac Iver. Dalam bukunya “The Modern State”, Robert M Mac Iver menyatakan : “Negara ialah persekutuan manusia (asosiasi) yang menyelenggarakan penertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang dilengkapi kekuasaan memaksa. Menurut RM Mac Iver, walaupun negara merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai ciri khas yang dapat digunakan untuk membedakan antara negara dengan persekutuan manusia yang lainnya. Ciri khas tersebut adalah : kedualatan dan keanggotaan negara bersifat mengikat dan memaksa.

3.      Negara sebagai organisasi kesusilaan
            Negara merupakan penjelmaan dari keseluruhan individu. Menurut Friedrich Hegel : Negara adalah suatu organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesa antara kemerdekaan universal dengan kemerdekaan individu. Negara adalah organisme dimana setiap individu menjelmakan dirinya, karena merupakan penjelmaan seluruh individu maka negara memiliki kekuasaan tertinggi sehingga tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi dari negara. Berdasarkan pemikirannya, Hegel tidak menyetujui adanya : Pemisahan kekuasaan karena pemisahan kekuasaan akan menyebabkan lenyapnya negara. Pemilihan umum karena negara bukan merupakan penjelmaan kehendak mayoritas rakyat secara perseorangan melainkan kehendak kesusilaan. Dengan memperhatikan pendapat Hegel tersebut, maka ditinjau dari organisasi kesusilaan, negara dipandang sebagai organisasi yang berhak mengatur tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sementara manusia sebagai penghuninya tidak dapat berbuat semaunya sendiri.

4.      Negara sebagai integrasi antara pemerintah dan rakyat
            Negara sebagai kesatuan bangsa, individu dianggap sebagai bagian integral negara yang memiliki kedudukan dan fungsi untuk menjalankan negara. Menurut Prof. Soepomo, ada 3 teori tentang pengertian negara:

1) Teori Perseorangan (Individualistik)
            Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun berdasarkan perjanjian antar individu yang menjadi anggota masyarakat. Kegiatan negara diarahkan untuk mewujudkan kepentingan dan kebebasan pribadi. Penganjur teori ini antara lain : Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, Herbert Spencer, Harold J Laski.

2) Teori Golongan (Kelas)
            Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang kedudukan ekonominya lebih lemah. Teori golongan diajarkan oleh : Karl Marx, Frederich Engels, Lenin

3) Teori Intergralistik (Persatuan)
            Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara integralistik merupakan negara yang hendak mengatasi paham perseorangan dan paham golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori persatuan diajarkan oleh : Bendictus de Spinosa, F. Hegel, Adam Muller




            5. Unsur-unsur Negara

1. Penduduk
            Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan 
penduduk negara lain yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu.

2. Wilayah
            Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur pembentuk negara yang paling utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga laut*.

3. Pemerintah
            Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan.

4. Kedaulatan
            Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara.
           
            Disamping ketiga unsur pokok (konstitutif) tersebut masih ada unsur tambahan (disebut unsur deklaratif) yaitu berupa Pengakuan dari negara lain. Unsur negara tersebut diatas merupakan unsur negara dari segi hukum tata negara atau organisasi negara
  
            6. Fungsi Negara

Fungsi Pertahanan dan Keamanan
            Negara wajib melindungi unsur negara(rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari segala ancaman, hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari internal atau eksternal. Contoh: TNI menjaga perbatasan negara

Fungsi Keadilan
            Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan tertentu. Contoh: Setiap orang yang melakukan tinfakan kriminal dihukum tanpa melihat kedudukan dan jabatan.

Fungsi Pengaturan dan Keadilan
            Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan ada landasan yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan juga bernegara.

Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran
            Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera.

            7. Sifat Negara, Tujuan Negara, dan Bentuk Negara
            -  Sifat Negara

1. Sifat memaksa
            Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan memaksa agar masyarakat tunduk dan patuh terhadap negara tanpa tidak ada pemaksaan fisik
Hak negara ini memiliki sifat legal agar tercipta tertib di masyarakat dan tidak ada tindakan anarki. Paksaan fisik dapat dilakukan terhadap hak milik

2. Sifat monopoli
            Negara menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat. Negara dapat menguasai hal-hal seperti sumberdaya penting untuk kepentingan orang banyak. Negara mengatasi paham individu dan kelompok.

3. Sifat totalitas
Semua hal tanpa pengecualian  menjadi wewenang negara.
-          Tujuan Negara
            Miriam Budiharjo(2010) menyatakan bahwa Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah menciptaka kebahagiaan bagi rakyatnya.
            Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat;
-          Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
-          Memajukan kesejahteraan umum
-          Mencerdaskan kehidupan bangsa
-          Ikut melaksanakan ketertiban dunia 

-          Bentuk-Bentuk Negara
            Secara umum, dalam konsep teori modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk: negara kesatuan (unitarianisme) dan negara serikat (federasi).
1.      Negara Kesatuan
            Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan: sentral dan otonomi.
a.      Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah di bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Model pemerintahan Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto adalah salah satu contoh sistem pemerintahan model ini.
b.      Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah di wilayahnya sendiri. Sistem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau swantara. Sistem pemerintahan negara Malaysia dan pemerintahan pasca-Orde Baru di Indonesia dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukkan ke model ini.

2.      Negara Serikat
            Negara serikat atau federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.
            Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan demokrasi.
a.      Monarki  : Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional. Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang raja atau ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi. Monarki konsitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala pemerintahannya (perdana menteri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi negara. Praktik monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktikkan di beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Jepang, dan Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas simbol negara.
b.     Oligarki : Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
c.       Demokrasi : Pemerintahan model demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.

            8.  Hubungan Negara dan Warga Negara
            Hubungan negara dan warga negara ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbale balik yang sangat erat. Negara Indonesia sesuai dengan konstitusi, mialnya berkwajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali. Negara juga berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan, kebebasan berorganisasi dan berekspresi, dan sebagainya.
            Kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warganya tidak akan dapat berlangsung dengan baik tanpa dukungan warga negara dalam bentuk pelaksanaan kewajibannya sebagai warga negara. Warga negara berkewajiban membayar pajak dan mengontrol jalannya pemerintahan baik melalui mekanisme kontrol tidak langsung (melalui wakilnya di lembaga perwakilan rakyat: DPR, DPRD) maupun secara langsung (melalui cara-cara yang demokratis dan bertanggung jawab).

            9. Hubungan Agama dan Negara: Kasus Islam
            Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih menjadi perdebatan yang intensif di kalangan para pakar Muslim hingga kini. Menurut Azyumardi Azra, perdebatan itu telah berlangsung sejak hamper satu abad, dan masih berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama dan negara. Menurut Ibnu Taimiyah, kalaupun ada pemerintahan, itu hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah agama itu sendiri.
            Pendapat Ibnu Taimiyah ini bersumber pada ayat Al-Qur’an (Q. S. 57: 25) yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami yang disertai keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan Kami turunkan besi, padanya ada kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan (menolong) Rasul-Nya yang gaib (daripadanya)”.
            Ahmad Syafi’I Ma’arif menjelaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara tidak dijumpai dalam Al-Qur’an. Istilah dawlah memang ada dalam Al-Qur’an pada surat al-Hasyr (Q. S. 59: 7), tetapi ia tidak bermakna negara. Istilah tersebut dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan dari kekayaan. Menurut Mohammad Husein Haikal, prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang diberikan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. Dalam Islam tidak terdapat sistem pemerintahan yang baku.
            Hubungan Islam dan negara modern secara teoretis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pandangan: integralistik, simbiotik, dan sekularistik.
1.      Paradigma Integralistik
            Paradigma integralistik hamper sama persis dengan pandangan negara teokrasi Islam. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik atau negara. Pola hubungan integrative ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-agama, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Paradigma integralistik ini antara lain dianut oleh negara Kerajaan Arab Saudi dan penganut paham Syi’ah di Iran.

2.      Paradigma Simbiotik
            Menurut paradigm simbiotik, hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Dalam pandangan ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama.
            Paradigma simbiotik tampaknya bersesuaian dengan pandangan Ibnu Taimiyah tentang negara sebagai alat agama di atas. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi bahwa antara agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Model pemerintahan negara Mesir dan Indonesia digolongkan kepada kelompok paradigma ini.

3.      Paradigma Sekularistik
            Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Konsep sekularistik dapat ditelusuri pada pandangan Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah SAW pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad untuk mendirikan negara Islam. Negara Turki modern dapat digolongkan ke dalam paradigma ini.











[1] Prof. Dr. Ismail Sunny, SH., MCL. Negara Hukum hlm 17-18

Comments

loading...
loading...