Setelah memposting tulisan "Warga Kristen dan Yahudi di Kanada Lindungi Umat Muslim Menunaikan Shalat Jumat" tadi pagi, saya terus memperhatikan setiap komentar yang kalian tulis di page ini. Memang sudah jadi pemandangan biasa ketika Hidden Secret berbicara tentang A, di kolom komen justeru menunjukkan B - Z.
Dimana-mana juga akan seperti itu. Ketika seorang kandidat pemilu berbicara tentang perdamaian, pendukungnya justru akan pukul-pukulan dan saling ejek. Ketika seorang pemuka agama berbicara tentang kerukunan, murid-muridnya justeru akan menunjukkan sikap yang sebaliknya.
Apa yang terjadi saat ini di Indonesia benar-benar membuat saya merasa miris. Saling tuduh, saling lapor, saling jegal dan saling cari kesalahan, adalah sebuah ironi yang kenyataannya terjadi di negeri ini. Dari isu ideologi hingga isu agama, dari korupsi hingga pencatutan nama, semua seolah tak pernah berhenti mengisi headline berita nasional.
Negeri kita ini memang sedang sakit.
Di media sosial, begitu banyak user yang secara mendadak bertransformasi menjadi ahli-ahli agama, ahli sejarah, dan ahli politik. Mereka akan membicarakan semua hal yang mereka anggap benar, dan menyalahkan siapapun yang tidak sejalan dengan mereka.
Bahkan saat ini banyak bermunculan orang-orang yang ingin keberadaannya dimengerti orang lain, tapi ada juga orang-orang yang merasa paling paham toleransi dengan cara menyudutkan orang lain.
Lantas apakah Indonesia darurat Toleransi? Saya kira tidak. Atau boleh dibilang belum.
Masalahnya, masih banyak dari kita yang belum bisa memahami arti toleransi itu sendiri. Jadi bagaimana kita bisa menilai toleran atau intolerannya seseorang jika kita sendiri belum bisa memahami arti toleransi?
Sama seperti ketika seorang penyanyi naik ke panggung politik, atau seorang badut yang jadi anggota DPR, mereka membicarakan sesuatu yang sebenarnya belum mereka pahami, namun mereka berlagak seolah-olah paham dengan materi yang dibicarakannya.
Memang kenyataannya begitu, kebanyakan orang-orang sumbu pendek yang mudah terpelatuk tidak memiliki cukup ilmu apalagi untuk bicara tentang toleransi. Mereka akan memberikan pembenaran tentang dirinya sendiri, dan akan menyalahkan apapun yang tidak dianggapnya benar.
Toleransi antar agama |
Lantas apakah arti toleransi yang sebenarnya?
Memahami arti toleransi secara utuh tidak bisa hanya dengan buka KBBI, follow WowFakta, ataupun follow Hidden Secret.
Anda bisa meneladani sikap Guru Besar UI, Thamrin Amagola yang memaafkan Munarman setelah menyiram air minum saat sedang berdiskusi secara live di tvone. Anda juga bisa meneladani sikap ketua MUI KH. Ma'ruf Amin yang memaafkan Ahok karena pernyataannya yang menyudutkan.
Anda juga bisa meneladani sikap Buya Hamka yang memaafkan Soekarno karena telah memenjarakan dirinya, anda juga bisa meneladani sikap D.N Aidit yang tetap berhubungan baik dengan Ketua Masyumi meskipun mereka berbeda ideologi. Karena sejatinya toleransi tak melulu soal agama.
Sejatinya makna toleransi adalah seperti itu. Jika kita masih menghakimi orang lain adalah orang yang intoleran, menyudutkan orang lain dan memprovokasi orang lain, terlebih berkata "jangan ajari kami toleransi", sebenarnya kita sedang menunjukkan sikap arogansi dan secara tidak langsung kita sendiri adalah orang yang tidak mengerti toleransi.
Jadi, apakah Indonesia darurat toleransi? Belum. Kita hanya masih terlalu kekanak-kanakan untuk bicara soal toleransi. Kita hanya masih butuh waktu untuk bisa memahami kiasan "Bhineka Tunggal Ika".
Karena jika kita sudah memahami arti toleransi, tanpa perlu menilai orang lain toleran atau intoleran, tidak akan ada lagi masalah toleransi di negeri ini.
(Berbagai Sumber)
Comments
Post a Comment