Adapun unsur-unsur kebohongan yang terkandung dalam hoax
tersebut di atas adalah :
• Penyandang
difabel Dyslexia; tidak ada bukti dan fakta yang menunjukkan AR adalah
penyandang disleksia.
• Anak yatim piatu;
AR memang tinggal bersama Eyang dan pamannya tetapi orang tuanya masih hidup.
Pembuat hoax jelas tidak peduli mengatakan orang tua AR sudah meninggal, demi
hoax-nya tersebar banyak rekayasa sosial yang bersedia dilakukan pembuat hoax.
Namun agak kontradiktif mengingat ia mencoba berbuat kebaikan dengan melakukan
kejahatan/fitnah.
• Setiap hari
menulis surat kepada ibunya; tidak ada fakta yang mendukung hal ini karena
orang tua AR masih hidup dan dikatakan AR menulis surat kepada ibunya yang
sudah meninggal.
• Suratnya tak
kunjung dibalas; hal ini diutarakan untuk menarik simpati dan rasa kasihan
penerima hoax dan menambah rasa bersalah karena sudah menyebarkan video AR.
Tujuannya adalah karena rasa bersalah ini membuat penerima hoax menyebarkan
Hoax ini.
Dari pengalaman ini, menyarankan kepada para
pengguna media sosial untuk tidak mudah mempercayai suatu pesan.
Lakukan crosscheck dari sumber terpercaya terlebih dahulu
sebelum melakukan posting di Wall Facebook Anda, mem-broadcast ke messenger
atau tweet ke Twitter Anda.
Rekayasa sosial utama yang dipergunakan sebagai senjata untuk membuat penerimanya merasa bersalah, lalu secara tidak sadar untuk menebus kesalahannya ia ikut mem-broadcast pesan hoax tersebut.
Menelusuri endorser yang digunakan Noviana Dibyantari, ia memang benar merupakan Koordinator Komunitas Difabel Semarang, namun tidak ada satu sumber yang dapat dipercaya yang mendukung klaim pada broadcast bahwa Komunitas Difabel Semarang memberikan pernyataan seperti yang diklaim pada broadcast hoax di atas.
Sebagai catatan, AR bersekolah di Ciputat dan berdomisili di Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, sehingga secara jarak dan biaya agak janggal jika diurus oleh komunitas difabel yang berdomisili di Semarang.
Satu-satunya sumber yang dapat dipercaya adalah pernyataan di situs KPAI yang meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan video siswa salah bicara ikan tongkol. Tanpa ada embel-embel penyandang disleksia, anak yatim piatu dan setiap hari menulis surat kepada ibunya yang tidak pernah membalas.
sumber : Vaksincom
Comments
Post a Comment